Jakarta | MEDIAREALITAS – Polemik kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) 2024 yang mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan akhirnya reda pada Senin 27 Mei 2024. setelah Menteri Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa pemerintah membatalkan rencana kenaikan UKT.
“Kami Kemendikbudristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT di tahun ini,” kata Nadiem usai menghadap Presiden Jokowi di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 27 Mei 2024.
Nadiem mengatakan, kebijakan diambil setelah dirinya mendengar aspirasi semua pihak soal UKT, termasuk bertemu dengan para rektor sehari sebelum bertemu Presiden Jokowi. Nadiem mengakui bahwa kenaikan UKT di beberapa daerah mencemaskan.
“Jadi saya mendengar sekali aspirasi dari berbagai macam mahasiswa keluarga dan masyarakat mengenai concern mereka mengenai adanya peningkatan-peningkatan UKT yang terjadi di PTN-PTN dan memang itu saya melihat beberapa angka-angkanya dan itu juga membuat saya pun cukup mencemaskan. Jadi saya sangat mengerti kekhawatiran tersebut,” kata Nadiem.
Sayangnya, pembatalan kenaikan UKT tahun ini hanya seperti ditunda saja. Masih ada kemungkinan wacana kenaikan UKT berlanjut di tahun depan. Hal ini terungkap ketika Nadiem memastikan bahwa pemerintah akan mengevaluasi rencana kebijakan kenaikan UKT di masing-masing kampus.
“Jadi untuk tahun ini tidak ada mahasiswa yang akan terdampak dengan kenaikan UKT tersebut dan kami akan mengevaluasi satu per satu permintaan atau permohonan perguruan tinggi untuk peningkatan UKT tapi itu pun untuk tahun berikutnya,” ujar Nadiem.
Pernyataan tersebut lantas diperkuat dengan sikap Presiden Joko Widodo yang lebih dikenal sebagai Jokowi. Usai menghadiri acara Inagurasi Ansor di Senayan, Jakarta, Senin 27 Mei 2024 malam, Jokowi mengaku bahwa dirinya memang memberikan pertimbangan agar UKT tidak naik.
“Ya saya memberikan pertimbangan-pertimbangan, tapi kan tadi sudah disampaikan oleh Mendikbud bahwa UKT sementara ini yang kenaikannya sangat tinggi itu dibatalkan dan akan diatur untuk bisa diringankan,” ujar Jokowi.
Jokowi mengaku teknis penundaan kenaikan UKT berada di tangan Kemendikbud. Namun, Jokowi mengaku masih ada pertimbangan untuk kenaikan UKT tahun depan. Namun, semua akan dikaji terlebih dahulu.
“Kemungkinan ini akan dievaluasi dulu, kemudian kenaikan setiap universitas akan dikaji dan dikalkulasi sehingga kemungkinan, ini masih kemungkinan, nanti kebijakan ini Mendikbud akan dimulai kenaikannya tahun depan. Jadi ada jeda tidak langsung seperti sekarang ini,” kata Jokowi
Stafsus Presiden Jokowi, Billy Mambrasar mengklaim bahwa pembatalan kenaikan UKT tidak lepas dari keluhan mahasiswa yang disampaikan beberapa waktu lalu. Billy pun mengaku menyarankan agar pemerintah mencabut Permendikbud kenaikan UKT selain membatalkan kenaikan UKT.
“Membatalkan kenaikan UKT dan mencabut Permendikbud Ristek No.2/2024 dan Kepmendikbudristek No.54/2024,” kata Billy, Selasa 28 Mei 2024.
Billy memberikan beberapa solusi terkait UKT mahal ini yakni pembaruan UU pendidikan tinggi, mengingat saat ini UU sudah lama, yakni UU No.12 Tahun 2012.
Kemudian ia mendorong agar menambah anggaran Pendidikan Tinggi yang saat ini hanya 1,6 persen dari APBN yang dikelola oleh Kemendikbudristek. Untuk diketahui, angka ini jauh lebih rendah dari rekomendasi UNESCO, yakni 2 persen dari anggaran negara. Angka ini pun mengacu jumlah proporsi anggaran negara lain seperti Singapura, Jepang, dan Amerika yang jauh lebih tinggi dari Indonesia.
Dalam rekomendasi keempat, salah satu isi dari UU No.12 tahun 2012, yakni pasal 76 ayat (3) menjabarkan adanya “Student Loan” yang disediakan oleh negara. Student loan atau pinjaman pendidikan ini diberikan dan dijamin oleh negara, tanpa bunga, dan dibayarkan nanti oleh mahasiswa, saat mereka sudah lulus dan bekerja.
Ia juga merekomendasikan penghentian Program Beasiswa KIP Kuliah Jalur Aspirasi yang disalurkan oleh para politikus serta mengarahkan alokasi sebagian dana dari LPDP untuk dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan Pendidikan Tinggi.
Terakhir, ia mendorong penyusunan sistem Key Performance Indikator (KPI) dari rektor-rektor berbadan hukum PTN-BH agar juga memiliki tanggung jawab kreativitas menyusun dan mencari sumber anggaran sendiri, sehingga tidak membebankan biaya pengembangan institusi yang sering disebut sebagai IPI tutup Billy.(*)
Sumber: Tt