Polresta Banda Aceh Lengkapi Dua Alat Bukti Terkait Dugaan Pelecehan Santriwati

oleh -44.759 views

BANDA ACEH | REALITAS – Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Joko Heri Purwono melalui Kasat Reskrim, Kompol Fadillah Aditya Pratama, mengungkapkan, pihaknya sudah melengkapi dua alat bukti terkait dugaan kasus pelecehan santriwati yang melibatkan terlapor anak di bawah umur berusia 16 tahun.

“Sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kompol Fadillah kepada wartawan, Selasa 13 Mei 2025.

Dia belum merincikan terkait kasus tersebut dan meminta waktu untuk proses selanjutnya. “Kami akan update nanti keterangan lebih lanjutnya,” jawabnya singkat.

Diketahui sebelumnya seorang santriwati berusia 16 tahun diduga disekap berhari-hari dan menjadi korban pelecehan oleh salah seorang siswa di Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Hal itu terjadi saat korban dijemput seorang siswa dari pesantrennya, lalu korban di bawah ke kamar rumah pelaku. Perbuatan tersebut sudah dilakukan pelaku pada Januari lalu dan diulangi lagi pada April 2025.

BACA JUGA :  Empat Pulau Yang Diperebutkan Belum Dipastikan Ada Migas

Menurut penuturan korban, dia disekap selama lebih kurang 10 hari pada peristiwa pertama, kemudian terulang lagi di mana korban harus bermalam di kamar rumah pelaku selama dua malam. “Akan tetapi korban baru berani buka suara saat sudah didampingi kuasa hukum,” ungkap Kuasa Hukum Korban, Ona Handayani SH, Minggu 04 Mei 2025 lalu.

Sementara terpisah, Kuasa Hukum Terlapor, Yulfan SH MH membantah tuduhan penyekapan dan pelecehan tersebut. Hal ini dikatakan sangat prematur dan manipulatif. Berdasarkan bukti yang dimiliki kuasa hukum terlapor, justru pelapor yang mengatur waktu dan titik penjemputan.

BACA JUGA :  Kunker Komisi IV DPRD Kabupaten Langkat Ke Kantor SAR Pekanbaru

“Komunikasi dan ajakan dilakukan secara sadar oleh pelapor sendiri, sehingga tuduhan penyekapan sangat tidak berdasar dan menyesatkan, kami memiliki dokumen dan bukti digital yang mendukung hal ini,” ungkap Yulfan Rabu 07 Mei 2025.

Pihaknya menegaskan, tidak terdapat unsur pemaksaan, kekerasan, maupun pemerkosaan (jarimah pemerkosaan) sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

Berdasarkan fakta yang dimiliki kuasa hukum, hubungan antara pelapor dan terlapor terjadi atas dasar suka sama suka dalam konteks hubungan pacaran yang telah berlangsung sebelumnya. “Bukti berupa komunikasi digital menunjukkan adanya kesepakatan sadar dan tanpa paksaan dari kedua belah pihak,” pungkasnya.(*)

 

Sumber: Sn