BANDA ACEH | REALITAS – Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia (Kemenkumham-RI) Provinsi Aceh menanggapi tentang “tolak tarik” imigran etnis Rohingya yang didaratkan di wilayah Kabupaten Aceh Selatan kemudian diantar warga ke Banda Aceh karena ditolak warga.
Kanwil Kemenkumham Aceh, Dr. Meurah Budiman, S.H.,M.H kepada media ini kamis 07 November 2024 beri tanggapan terkait penanganan pengungsi Rohingya sesuai Perpres nomor 125 Tahun 2016, penempatan sementara pengungsi merupakan kewenangan Pemda/Pemkab/Pemprov setempat.
“Kumenkumham, dalam hal ini Imigrasi bertugas pada tataran pengawasan, pendataan dan verifikasi dokumen yang sudah dilaksanakan di Aceh Selatan saat pendaratan,” tulis Meurah Budiman Kamis 01 November 2024
Dari solusi yang diambil, pihaknya sangat menyesalkan sikap Pemkab Aceh Selatan, tanpa koordinasi dan komunikasi langsung mengirim pengungsi Rohingya ke Kanwil.
“Seharusnya Pemkab Aceh Selatan tidak boleh buang badan karena kewenangan penempatan memang tanggung jawab Pemkab setempat dan berkoordinasi dengan UNHCR sebagai badan dunia PBB sebagai fungsi menangani pengungsi,” ujarya.
Menanggapi tanggapan Kakanwil Kemenkumham Aceh, Staf Ahli Pemkab Aceh Selatan Yuhelmi, SH, MH menyebutkan, untuk penanganan dan penempatan sementara telah dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah daerah sejak 24 Oktober sampai 6 November 2024.
“Kita sudah melaksanakan amanat Perpres 125/2016 dengan mengevakuasi pengungsi Rohingya yang terkatung-katung di perairan laut Aceh Selatan ke daratan dan ditempatkan di Gedung Terminal tipe C Labuhan haji. Ini jelas-jelas bukan cuci tangan atau buang badan, tetapi murni akibat penolakan warga,” ucap Yuhelmi.
Menurut Yuhelmia, perjanjian yang disepakati bersama, yakti batas akhir penampungan sementara berakhir pada tanggal 01 November 2024. Akibat tidak ditindaklanjuti perjanjian, akhirnya tokoh masyarakat Labuhan Haji merelokasi ke Tapaktuan.
“Atas peristiwa itu, tokoh masyarakat dan LSM berinisiatif mengirim 152 etnis Rohingya ke Kanwil Kemenkumham Banda Aceh.” ujarnya lagi.
“Pernyataan yang disampaikan Kakanwil Kemenkumham Aceh sangat bertolak belakang dari pakta sesungguhnya dan lari dari perjanjian awal. Ini sama halnya mengebiri pemerintah daerah yang sudah melakukan upaya penanganan sementara,” ungkap Yuhelmi.
Perlu disampaikan, daerah sudah maksimal menampung sementara serta melakukan penanganan kesehatan dengan baik. Nyatanya, perjanjian yang disepakati bersama diingkari dengan memutar balik fakta.
“Dari berbagai sudut pandang, logikanya bukan Pemkab Aceh Selatan yang buang badan, melainkan pihak Keimigrasian Kemenkumham yang berusaha melepas tanggung jawab dan menampik kepedulian,” bebernya.
Amat disayangkan, Kanwil Kemenkumham Aceh terkesan memelintir Perpres 125 Tahun 2016 dan tidak komitmen terhadap koordinasi dan komunikasi via telepon dengan Asisten I Pemkab Aceh Selatan, tanggal 23 Oktober 2024.
Dalam komunikasi tersebut, Kanwil menyatakan satu Minggu daerah menangani, lebih lanjut pihaknya mengaku sudah komunikasi dengan UNHCR untuk dibawa ke penampungan sementara di Lhokseumawe.
“Patut diluruskan, sebagai bentuk tanggung jawab, seharusnya pihak Imigrasi yang harus koordinasi dengan Pemda setempat, bukan sebaliknya. Sesuai Perpres 125/2026, tanggung jawab penanganan pengungsi orang asing dari luar negeri leadernya adalah pihak Imigrasi. Wah, ada apa dengan Kanwil Kemenkumham Aceh???,” tutup Yuhelmi. (*)
Sumber: Ant