Banda Aceh | REALITAS – Ikatan Kontraktor Aceh (IKA) secara resmi menyatakan dukungan penuh terhadap penghapusan sistem barcode dalam transaksi bahan bakar minyak (BBM) di seluruh SPBU di Aceh.
Pernyataan ini sejalan dengan sikap Gubernur Aceh, Mualem, yang menegaskan dalam sambutan pertamanya setelah dilantik oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pada sidang paripurna istimewa DPR Aceh, Rabu 12 Februari 2025.
Ketua Umum IKA, Muzakir, menyampaikan bahwa pihaknya sepenuhnya mendukung kebijakan tersebut dan mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersatu dalam mendukung keputusan Gubernur Aceh.
“Pemimpin kita telah berani menyampaikan pernyataan ini, maka mengapa kita tidak mendukungnya? Jika kita tidak mendukungnya, sama saja kita tidak mendukung kepemimpinan Mualem sebagai Gubernur Aceh,” ujar Muzakir.
Sistem barcode dalam transaksi BBM di SPBU di Aceh dinilai menimbulkan berbagai permasalahan yang merugikan masyarakat. Beberapa dampak negatif yang muncul di lapangan antara lain:
1.Antrian panjang
•Kendaraan roda dua, roda empat, hingga truk mengalami antrian panjang di SPBU, bahkan mencapai berjam-jam.
•Waktu dan energi masyarakat banyak terbuang hanya untuk mendapatkan BBM.
2.Ketidaktepatan sasaran
•Penggunaan barcode BBM masih banyak disalahgunakan oleh oknum tertentu sehingga tidak tepat sasaran.
•Banyak masyarakat yang tidak mendapatkan haknya akibat sistem ini.
3.Ketidakadilan dalam penerapan
•Barcode BBM hanya diterapkan pada jenis Pertalite dan Biosolar.
•Kelas BBM lain tidak menerapkan sistem barcode, yang menyebabkan perbedaan perlakuan antara masyarakat kelas ekonomi bawah dan kelas ekonomi atas.
•Jika masyarakat kecil diharuskan antri, mengapa golongan masyarakat mampu tidak dikenakan aturan yang sama?
Muzakir menegaskan bahwa kebijakan ini lebih banyak menguntungkan pemerintah dibandingkan masyarakat. “Pemerintah yang baik adalah yang melayani rakyat dengan baik, bukan justru menyulitkan mereka. Pemerintah pusat seharusnya memikirkan cara lain yang lebih efektif,” tambahnya.
Penerapan sistem barcode untuk pembelian BBM bersubsidi pertama kali diberlakukan pada Juli 2023 di 41 kabupaten/kota, termasuk Aceh. Kebijakan ini didasarkan pada regulasi yang diterbitkan oleh Pertamina dan pemerintah pusat dalam rangka pengendalian distribusi BBM bersubsidi. Namun, implementasi di lapangan menuai banyak kontroversi serta kecurangan yang merugikan masyarakat.
Muzakir menegaskan bahwa langkah Gubernur Aceh sudah tepat dalam menyampaikan aspirasi rakyat terkait evaluasi kebijakan ini. Ia juga menilai bahwa permasalahan barcode BBM bukan hanya menjadi tanggung jawab Gubernur Aceh, tetapi juga menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah pusat untuk mencari solusi yang lebih efektif dan tepat sasaran.
Dengan berbagai permasalahan yang muncul akibat penerapan barcode BBM, IKA menilai bahwa penghapusan kebijakan ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat Aceh. Oleh karena itu, IKA mendukung penuh keputusan Gubernur Aceh dalam memperjuangkan aspirasi rakyat terkait distribusi BBM yang lebih adil dan efektif.(*)