Kuala Simpang, ACEH TAMIANG | Realitas– Badan Narkotika Nasional (BNN) RI bekerja sama dengan BNN Provinsi Aceh, BNNK Langsa, Lhokseumawe, Pidie dan Bea Cukai Aceh, mengungkap peredaran sabu-sabu seberat 23 kg di Dusun Abeuk, Desa Cot Mayang, Kecamatan Baktiya, Aceh Utara.
Selain mengamankan barang bukti sabu-sabu, BNN juga menangkap empat tersangka yang merupakan sindikat narkoba baru jaringan internasional. Dari tangan para pengendali narkoba tersebut turut disita 2 unit mobil, 6 ponsel dan 4 KTP dan kartu ATM. Keempat tersangka itu, Mun (25), Zah (40), Mul alias Adam (41), dan Abd (30), warga Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe.
“Mereka berempat adalah sindikat baru yang juga memiliki jaringan di luar negeri,” kata Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Pol Arman Depari, dalam konferensi pers di Kantor BNNK Aceh Tamiang, di Karang Baru, Senin (2/4) sore.
Dipaparkan, pengungkapan peredaran narkoba skala besar di Aceh Utara itu dilakukan pada Minggu (1/4) sekitar pukul 06.15 WIB. Sebelumnya BNN Pusat mendapat informasi bahwa ada sebuah rumah di Cot Mayang, Kecamatan Baktiya, Aceh Utara, sering dijadikan tempat transaksi narkoba dalam jumlah besar oleh penghuninya, Mun. Selanjutnya, BNN Pusat berkoordinasi dengan jajarannya dan menyelidiki. BNN membentuk tim gabungan yang melibatkan Bea Cukai, TNI dan Polri.
Awalnya, terang Arman Depari, BNN menangkap Mun di rumahnya. BNN menemukan sisa sabu-sabu dalam kemasan teh hijau seberat 23 kg yang disimpan di tumpukan sampah di kebun tetangganya. Tersangka Mun mengaku beberapa hari sebelumnya telah menyerahkan 20 bungkus sabu-sabu ukuran besar kepada Zah untuk diberikan ke pemesannya.
BNN lalu menangkap Zah yang tinggal tidak jauh dari rumah Mun. Pengakuan Zah, sabu-sabu 20 kg di tangannya telah diserahkan kepada Mul alias Adam. Mul sendiri diringkus petugas saat turun dari mobil Taft hitam BK 601 TH. Namun, tidak ditemukan sabu-sabu yang dicari tersebut. Menutur Mul, narkoba itu sudah diserahkan kepada Abd. Tak lama, Abd pun dibekuk. Tetapi petugas BNN hanya menemukan barang bukti berupa satu paket kecil sabu.
“Dengan begitu total barang bukti sabu-sabu sebelumnya mencapai 43 kg, namun 20 kg lagi lolos karena sudah sempat diedarkan pelaku. Terhadap keempat tersangka ini masih akan diperiksa untuk memastikan keterkaitan masing-masing pelaku,” ungkap Arman Depari.
Dia menyatakan, pihaknya masih terus mencari 20 kg sabu-sabu tersebut. Disinyalir empat tersangka ini sebagai penerima, pengedar dan menyimpan barang untuk diedarkan di beberapa daerah terutama Aceh dan Medan, Sumatera Utara.
Pencucian uang
Dalam proses penyidikan kasus ini, BNN juga akan menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) untuk menjerat para tersangka. Sebab, dalam kasus ini ditemukan aset bernilai fantastis milik salah satu pelaku.
“Dari hasil penyidikan kami ditemukan surat-surat kendaraan roda 4 sebanyak 20 unit yang dimiliki seorang pelaku. Selain itu, banyak kartu ATM dari berbagai bank dan aset lainnya. Maka itu perlu diterapkan UU TPPU,” ujarnya.
Diungkapkannya, narkoba yang masuk ke Aceh didatangkan dari luar negeri, terutama Malaysia, yang dibawa dengan kapal-kapal kecil oleh nelayan yang direkrut menjadi kurir. Transaksi dilakukan di tengah laut. Setelah sampai di darat aru didistribusikan kepada pemesan.
“Di Aceh pantainya sangat terbuka dan dekat dengan luar negeri, sehingga banyak sindikat baru memanfaatkan peluang itu untuk bertransaksi narkoba,” ujarnya sembari menegaskan, beberapa waktu lalu, BNN menembak mati Murtala, bandar besar narkoba dari jaringan lain.
Konferensi pers kasus sabu-sabu di Kantor BNNK Aceh Tamiang ini dihadiri Bupati Mursil dan wakilnya T Insyafuddin, Ketua DPRK Fadlon dan sejumlah pejabat teras Aceh Tamiang.
Meski lokasi penangkapan di Aceh Utara, konferensi pers digelar di Aceh Tamiang karena kabupaten ini dianggap merupakan salah satu titik rawan penyelundupan narkoba baik dari laut maupun darat. (red)