Pengurus DPP Pakar Aceh: Stop Kriminalisasi Terhadap Pers

oleh -108.579 views

Bireuen | Realitas – Salah satu pengurus Dewan Pimpinan Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat Aceh (DPP PAKAR Aceh) M.Iqbal S.Sos, turut angkat bicara, melalui Pers Releasse terkait penahanan dan penangkapan yang diduga mengarah pada upaya kriminalisasi secara hukum pada tahun politik Pemilu 2019 di Bireuen dan Aceh, Kamis (7/03/2019).

Hasil kajian dan pengamatan kita baru-baru ini ada yang aneh atas penangkapan dan penahanan warga negara di Aceh, oleh pihak penegak hukum sebagai pengayom masyarakat dan menabrak undang-undang lainnya, berlaku secara khusus dan kearifan lokal Aceh tanpa mempertimbangkan dari aspek manusiawi, sebagai langkah-langkah upaya penegakan hukum (alat negara) di Aceh yang tidak lagi menghormati penegakan Hak Asasi Manusia
(HAM).

Kita minta DPR RI, Dewan Pers RI, Komnas HAM RI, Kompolnas RI dan Kapolri, Kepala BIN RI serta Presiden Jokowi untuk segera memonitor dan melakukan intervensinya, selaku panglima politik tertinggi negara Republik Indonesia.

Sebagai kewenangan yang melekat dalam membina dan mengontrol bawahannya jajaran penegak hukum kepolisian di Aceh yang sudah melampaui batas batas ketidak sewenang wenang dalam menegakan hukum di Aceh.

Terkait Penangkapan/Penahanan Reza Alias Epong Reza, salah satu Wartawan online Media Realitas di Kabupaten Bireuen, Aceh.

Dalam menjalankan tugas, Fungsi Kontrol Negara sebagai Jurnalis yang dilindungi oleh Undang Undang Pers RI Nomor 40 Tahun 1999 serta turut dikriminalisasi melalui Undang Undang ITE Serta Penangkapan Coboy Cs, diduga di Kriminalisasi dibalik bidikan jeratan secara hukum Laporan Polisi Intimidasi (LP), terhadap Sikap Penolakan terhadap Praktek Money Politik pada Timses dan Partai Politik tertentu ditengah masyarakat, jelas-jelas dilarang dalam Undang Undang Pemilu Nomor 7, Tahun 2017, terkait nasib Koboy Cs di Kabupaten Bireuen Aceh beberapa hari yang lalu dijeblos dalam jerujik besi oleh pihak keamanan di Gampong Balee Seutui Kecamatan Peusangan.

Akan tetapi kita sangat sayangkan, bila indikasi proses penegakan hukum itu tidak benar-benar murni objektif, adil.

Bukan sebaliknya niat nawaitu baik seseorang malah sebaliknya di Kriminalisasi dan menjerat secara hukum atas seseorang.

Semestinya penegakan hukum sebagaimana harapan cita cita kita tanpa ada titipan pihak pihak tertentu, sebagai upaya menjerat setiap warga negara melalui proses penegakan hukum harus berdasarkan mekanisme hukum yang profesional, praduga tidak bersalah serta sama didepan hukum harus ditempuh melalui mekanisme hukum seutuhnya, secara manusiawi tanpa dirampas hak kemerdekaan hidupnya, tidak mencerderai rasa keadilan sebagai suatu bentuk kepastian hukum yang bersih dari segala bentuk diskriminasi titipan oleh mafia hukum di Aceh.

Kita minta supaya DPR RI, perlu memberi perhatian secara serius terkait maraknya potensi kriminaisasi dibalik penegakan hukum yang tidak lagi mencerminkan nilai nilai kemanusian diluar kepatutan.

Kita mendesak pihak DPR RI dan Komite I DPD RI segera memanggil Komnas HAM RI, Kompolnas RI dan Kapolri RI, KPK RI, Kepala BIN RI terkait penegak hukum di Aceh, Kapolda, Kapolres Se-Aceh dalam penegakan hukum di Aceh harus berlaku adil tanpa ada indikasi tidak beres, dengan mengabaikan supremesi hukum yang ada dan tidak menghormati kearifan lokal yang berlaku di A kepada penegak hukum, atas indikasi upaya yang mengarah kriminalisasi serta pengabaian terhadap Hak Asasi Manusia.

Apalagi Aceh ada Undang-Undang Otonomi Khusus Berbentuk Istimewa, melalui Undang-Undang Pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2006 Sebagai Konsensus Politik Penyelesaian Aceh Pihak GAM dan RI seperti termasuk dalam juga turut prihatin selama ini atas penangkapan dan penahanan Irwandi Yusuf sebagai Gubernur Aceh salah satu mantan tahanan politik GAM sedang menjabat sebagai Gubernur Aceh (Non Aktif) kembali dijerat dan digiring indikasi upaya kriminalisasi.

Berdasarkan kajian dan analisa kita PAKAR Aceh, ada suatu upaya indikasi kriminalisasi pejabat publik di Aceh dan rekan pers ingin dibungkam di Aceh serta ada upaya kriminalisasi warga atau aktivis yang menolak praktek money politik di Aceh dibalik jeratan Undang-Undang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Kriminal.

Sebelumnya Media ini memberitakan Sabtu (09/02/2019), Jokowi Jamin Kebebasan Pers.

Presiden Jokowi menjamin kebebasan pers. Hal itu diungkapkan saat puncak Peringatan Hari Pers Nasional (HPN), di Grand City Surabaya, Sabtu (9/2/2019).

Jokowi memaparkan bagaimana pentingnya peran pers di Indonesia.

Namun, Jokowi mengingatkan kebebasan ini harus dilandasi tanggung jawab tinggi dalam memberikan kebenaran informasi kepada masyarakat.

“Pemerintah menjamin prinsip kemerdekaan pers dan kebebasan berpendapat, kebebasan yang beretika dan bertata krama dan kebebasan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang pers,” kata Jokowi saat berpidato.

Tidak hanya itu, Jokowi juga mengajak seluruh insan media untuk terus meneguhkan jati dirinya.

Peneguhan ini untuk terus berupaya menyajikan informasi yang akurat kepada masyarakat.

Selain itu, Jokowi meminta insan pers turut memerangi penyebaran hoaks yang marak terjadi dewasa ini.

Juga, menjadi media yang mencerdaskan anak bangsa.

“Saya mengajak untuk terus meneguhkan jati dirinya sebagai sumber informasi yang akurat bagi masyarakat, meneguhkan jati dirinya mengedukasi masyarakat, meneguhkan jati dirinya untuk tetap melakukan kontrol sosial, untuk terus memberikan kritik kritik yang konstruktif,” lanjutnya. (M.Reza)