Sorotan Kasus BSPS Sumenep | Praktisi Hukum Desak Penetapan Tersangka, Oknum Desa Jadi Bidikan Utama

oleh -25.759 views

Sumenep I REALITAS   —   Gelombang dugaan praktik lancung dalam program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Sumenep terus memantik reaksi keras. Praktisi hukum terkemuka, Kamis 1/5/25, Ach. Supyadi, S.H., M.H., yang dikenal dengan julukan “Lawyer Single Fighter,” dengan lugas menyoroti perlunya tindakan tegas aparat penegak hukum. Dalam pernyataan bernada imperatif, Supyadi mendesak Kejaksaan Negeri Sumenep untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus yang telah menggemparkan masyarakat dan jagat maya ini.

Supyadi secara eksplisit menyebutkan pihak-pihak yang patut diduga kuat terlibat dalam praktik koruptif ini. “Yang mesti terlibat itu diantaranya E-warung atau E-material atau toko yang bekerja sama dengan kepala desa yang ditunjuk oleh pihak yang membawa program BSPS ke Desa. E-material yang mengirim material kepada penerima manfaat, karena selama ini walaupun kepala desa tidak main, di masyarakat masih ditanya, ‘ada enggak cadangan 5 juta untuk menutupi kekurangan yang sudah dipotong oleh oknum? Kalau penerima manfaat tidak punya cadangan uang ini tidak dikasih’,” tegas Supyadi.

Lebih lanjut, Supyadi menguraikan bahwa fokus penyidikan tidak boleh hanya menyasar pada permukaan saja. “Kalau kita tidak masuk ke materinya, itu maksudnya masuk ke pihak-pihak yang diduga terlibat dan ini diduga memenuhi unsur sebagai orang yang melakukan KKN, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Semua itu diantaranya adalah oknum kepala desa, diantaranya lagi E-warungnya, dan pendamping pelaksanaan BPS itu sendiri, di atasnya lagi sampai ke korban,” urainya dengan nada lantang.

Menanggapi potensi keterlibatan Penjabat (PJ) Kepala Desa dalam pengumpulan data penerima manfaat, Supyadi menyatakan bahwa aspek teknis pelaksanaan seharusnya tidak menjadi penghalang penegakan hukum jika ditemukan indikasi penyimpangan. “Walaupun dalam aturan juknis sudah ada ya, yang mengerjakan BSPS siapa atau dikerjakan oleh pendamping BSPS itu tidak terlalu prinsip, maksudnya asal pekerjaan BSPS itu dilaksanakan dengan benar, tidak ada masalah. Tetapi ini yang saya maksud adalah yang paling prinsip adalah pihak-pihak yang diduga terlibat langsung, siapa saja? Salah satunya oknum dari Desa, bisa kepala desa, oknum perangkat desa, oknum PJ Desa. Ataupun pendamping yang bermain di dana BSPS konsekuensinya mengacu kepada pidana bukan pengembalian? Ini namanya dikorupsi kan begitu,” tandasnya.

BACA JUGA :  Ir. Denda Alamsyah ST Ketua Umum KORMI JAWA BARAT Menghadiri Rapat Kerja KORMI Kota Bekasi

Supyadi kemudian menyinggung kebijakan Presiden Joko Widodo terkait pengembalian kerugian negara di bawah Rp 250 juta. Namun, ia menekankan bahwa akumulasi kerugian dalam kasus BSPS Sumenep ini jauh melampaui angka tersebut. “Terlepas dari itu semua, akumulasi BSPS ini bukan lagi 250 juta, karena secara serentak kasusnya hampir sama yaitu berupa adanya pemotongan dana dalam arti dana itu tidak sampai secara utuh kepada penerimanya. Ya, ada yang hanya sampai 15, ada yang bahkan di bawah 10 juta. Nah, terhadap itu semua kalau diakumulasikan saya rasa sudah milyaran ya.

Dan ini sudah harus ada penetapan tersangka dan penetapan tersangkanya itu tentu kepada mereka-mereka yang diduga terlibat dari oknum Desa seperti yang saya katakan tadi. Oknum bisa itu bisa perangkat desa, bisa kepala desa, bisa PJ, dan oknum E-warung. E-warungnya yang menyediakan material bahan-bahannya karena kayak e warung ini bagian ya, bahan material untuk penyedia bahan material yang seharusnya tidak mau untuk kongkalikong dengan oknum pendamping nakal dan siapan itu, dalam menyikapi hal ini kejaksaan jangan hanya berhenti di bawah, karena dana ini anggaran pusat, bantuan dari pusat, sehingga harus terus ditarik ke atasnya,” tegasnya.

Supyadi juga menyoroti respons Kementerian terkait yang telah turun langsung ke lapangan. “Itu yang dilakukan beliaunya kan bersifat persuasif, bersifat teknis, bersifat survei, bersifat pembuktian secara birokrasi-birokrasinya mereka sehingga prosedural dan tidak dapat dijadikan patokan hukum, minimal masyarakat biar tahu kalau kenyataan yang sebenarnya di lapangan seperti itu. Kadang penerimanya tidak tahu berapa yang diterima dan apa saja material yang dikirim dengan E material. Nah itu Fakta umum sudah yang bisa dilihat siapa saja Ya, pelaku hukum sendiri harus serius karena birokrat sudah serius, bukan tingkat Desa, tingkat kabupaten saja, bahkan yang turun langsung justru dari Kementerian sudah serius dan ini tidak boleh bertele-tele, berlama-lama karena dari pusat pun sudah cukup cepat turun ke bawah.

Itu setidaknya menjadi dasar petunjuk. kalau dalam bulan 5 ini masih belum ada penetapan tersangka oleh Kejaksaan Negeri Sumenep, maaf saya praktisi hukum patut dipertanyakan Kejaksaan Negeri Sumenep,” imbuhnya dengan nada penuh harap akan penegakan hukum yang cepat dan transparan.

Menanggapi kemungkinan pengembalian kerugian negara oleh oknum kepala desa, Supyadi menegaskan bahwa hal tersebut tidak serta merta menghapus tindak pidana korupsi. “Kalau seumpama mengembalikan uang bagaimana kira-kira itu ada pada penegak hukum itu sendiri. Jadi kita yang di luar tidak mungkin mengintervensi apakah harus pengembalian uang, apakah harus mentersangkakan dengan menjalani hukuman badan penjara kurungan penjara.

Tetapi semua akan diukur dengan kepatutan kerugian uang negara yang cukup banyak, masa pengembalian uang kan tidak mungkin. Apakah dengan lantas kepala desa pengembalian itu menghapus tindak pidana korupsi? Tentu tidak bisa menghapus lah, harus tersangka, tidak menghapus pidana dengan pengembalian uang itu bukan yurisprudensi hukum, tapi itu kebijakan saja dari Pak Jokowi dan itu di angka di bawah 250 juta pada waktu masa periodenya Pak Jokowi.

Tapi ini akumulasi semuanya bukan cuma 250 juta, saya rasa sudah miliaran se-kabupaten Sumenep. Patokannya itu saja sudah karena kasus ini sudah menjadi konsumsi publik dan sudah banyak melihat apa yang ada di lapangan termasuk saat Kementerian turun, semuanya bisa disaksikan. Masa sekarang mudah kan bisa di Whatsapp grup TikTok, Facebook, IG dan sebagainya. Jadi sudah hal jelas seperti ini masih lambat penetapan tersangkanya dari Kejaksaan dalam bulan ini, kinerja Kejaksaan patut dipertanyakan,” imbuhnya.(R M Hendra)