Runtuhnya Benteng Akhlak di Batuputih | Keadilan Menghampiri Anak Yatim, Pelajaran Pahit bagi Pembusuk Budi

oleh -22.759 views

Sumenep I REALITAS   –   Di Desa Batuputih Daya, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, keadilan akhirnya menampakkan wujudnya bagi seorang anak yatim yang menjadi korban penganiayaan. Ibarat bangunan akhlak yang rapuh diterpa badai kebiadaban, pelaku kekerasan, Mas’oda, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Pepatah bijak tentang konsekuensi kemarahan menemukan resonansinya di sini, di mana penyesalan, andai pun hadir, tak lagi mampu membendung gelombang keadilan yang telah bergulir.

Satuan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sumenep, dengan kecermatan dan ketegasan yang patut diacungi jempol, telah menuntaskan babak penyelidikan melalui gelar perkara yang melibatkan tim ahli. Hasilnya tak terbantahkan: Mas’oda resmi menyandang status tersangka atas tindak kekerasan terhadap anak di bawah umur yang menyayat hati nurani. Kanit PPA Polres Sumenep, Agus, menyampaikan bahwa analisis mendalam dari berbagai perspektif ahli telah mengukuhkan bukti-bukti yang memberatkan pelaku, sehingga peningkatan status hukum menjadi keniscayaan. Langkah selanjutnya, penangkapan tersangka, menjadi imperatif untuk memastikan proses hukum berjalan tanpa hambatan.

Kuasa Hukum korban, Ach. Supyadi SH, MH, menyambut penetapan tersangka ini sebagai manifestasi keadilan yang dinanti. Dalam pernyataan intelektualnya, Supyadi menuturkan, “Dari hasil gelar perkara yang komprehensif, terungkap jelas bahwa saudara Mas’oda kini berstatus tersangka. Mimpi buruk yang merupakan konsekuensi logis dari perilakunya telah menghampirinya. Kami, selaku representasi hukum korban, memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Polres Sumenep atas ketegasan dalam mengambil keputusan terkait kasus yang menimpa anak yatim ini.” Nada apresiasi ini bukan sekadar formalitas, melainkan pengakuan atas profesionalisme aparat dalam menegakkan pilar-pilar keadilan.

BACA JUGA :  KORMI Kota Bekasi Melaksanakan Kegiatan Rapat Kerja

Lebih jauh, Supyadi menggarisbawahi dimensi preventif dari penegakan hukum dalam kasus ini. “Jika tindakan tegas tidak segera diambil, bukan tidak mungkin akan muncul preseden buruk dan berpotensi memunculkan kasus serupa dengan korban-korban lain. Ketetapan tersangka ini bukan hanya sekadar efek jera bagi Mas’oda, melainkan juga menjadi corpus delicti bagi masyarakat luas bahwa sekecil apapun kejahatan yang merugikan sesama, hukum dan keadilan akan hadir sebagai palang pintu terakhir,” tegas Supyadi. Pernyataan ini mengandung metafora mendalam tentang pentingnya hukum sebagai penjaga tatanan sosial dan pelindung nilai-nilai kemanusiaan.

BACA JUGA :  Ir. Denda Alamsyah ST Ketua Umum KORMI JAWA BARAT Menghadiri Rapat Kerja KORMI Kota Bekasi

Supyadi kemudian menutup keterangannya dengan sebuah pesan moral yang relevan dengan konteks keindonesiaan. “Oleh karena itu, mari kita senantiasa menanamkan benih kebaikan, memupuk rasa saling menghargai, dan menjunjung tinggi kehormatan sesama sebagai fondasi masyarakat yang membanggakan bangsa.” Imbauan ini menjadi penutup yang elegan, menghubungkan penegakan hukum dengan imperatif pembangunan karakter bangsa yang berlandaskan akhlak mulia.

Kasus penganiayaan di Batuputih ini bukan sekadar catatan kriminalitas, melainkan juga cermin buram yang merefleksikan terkikisnya nilai-nilai luhur dalam interaksi sosial. Penetapan tersangka Mas’oda adalah langkah awal dalam membersihkan noda kelam tersebut. Proses hukum selanjutnya diharapkan akan menjadi lectio difficilior bagi pelaku dan sekaligus exemplum bagi masyarakat, bahwa setiap tindakan yang merusak sendi-sendi kemanusiaan dan menginjak-injak martabat sesama akan berhadapan dengan benteng keadilan. Keadilan bagi anak yatim di Batuputih adalah kemenangan bagi kemanusiaan dan tamparan keras bagi siapa pun yang meremehkan pentingnya akhlak dalam kehidupan bermasyarakat.

(R. M Hendra)