Keterbukaan Publik Dikebiri di Kampung Balikukup Oknum Pejabat Diduga Korupsi,”

oleh -27.759 views

BALIKUKUP, Berau | REALITAS (11/10/2025) Kontroversi pengelolaan dana Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal di Kampung Balikukup, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, memasuki fase krusial yang mengarah pada dugaan sistematis pembungkaman keterbukaan informasi publik (KIP).

Upaya klarifikasi yang dilakukan oleh oknum pejabat setingkat Ketua RT justru dinilai sebagai manuver untuk mengamankan Kepala Kampung dan mencederai peran media sebagai kontrol sosial anggaran negara.

Dugaan kasus ini bermula dari keresahan warga Balikukup yang menuntut transparansi dana iuran PLTS yang konon menyusut drastis dari estimasi ratusan juta Rupiah. Sumber awal berita ini adalah desakan warga yang merasa dirugikan oleh minimnya laporan keuangan terbuka.

Klarifikasi Berbau Nepotisme dan ‘Rapat Gelap’
Setelah berita dugaan penyelewengan dana iuran PLTS viral, Ketua RT 02 Balikukup muncul dalam sebuah video untuk membantah keras, menyatakan isu tersebut “tidak benar dan itu fitnah.” Namun, bantahan tersebut justru memicu kecurigaan baru, yaitu:

Indikasi Nepotisme: Warga menuding Ketua RT 02 yang membuat klarifikasi adalah saudara kandung dari Kepala Kampung Balikukup, yang notabene merupakan sorotan utama dugaan penyalahgunaan dana PLTS dan Alokasi Dana Kampung (ADK) sebelumnya.

Rapat Eksklusif: Klarifikasi yang dihasilkan oleh Ketua RT 02 dituding bukan representasi seluruh masyarakat, melainkan hasil dari rapat tertutup (gelap) yang hanya melibatkan 14 orang ‘pilihan’ atau ‘orang-orang Kepala Kampung’. Warga lainnya mengaku sengaja tidak diundang.

BACA JUGA :  Satu Unit Rumah Pastoran Di Senggo Ludes Terbakar

Memilih Tidak Kooperatif: Saat dikonfirmasi wartawan, Ketua RT 02 menolak memberikan keterangan rinci via telepon dan bersikeras meminta wartawan datang ke Balikukup, sikap yang dianggap tidak transparan oleh pihak media.

Manuver ini dicurigai sebagai upaya terstruktur untuk mementahkan berita awal tanpa benar-benar membuka ruang diskusi atau klarifikasi yang melibatkan seluruh warga yang telah menyuarakan keresahan.

“Yang menjadi pertanyaan, kalau ini memang benar itu masyarakat tidak mengatakan tidak benar mengatasnamakan masyarakat, kenapa rapatnya hanya 14 orang? Kenapa masyarakat lainnya tidak diundang dan dikasih tahu? Kami curiga ini mereka sudah atur, lalu dibuatkan video…

kemungkinan mereka takut kalau kami warga lainnya hadir, kalau kami bersuara,” ujar salah seorang warga yang meminta dirahasiakan identitasnya.

Oknum Pejabat Coba ‘Matikan’ Peran Media
Sikap non-kooperatif dan pembentukan narasi tandingan melalui video klarifikasi ini dinilai sebagai upaya untuk menghindari keterbukaan informasi publik, sebuah prinsip wajib bagi pejabat yang mengelola dana kolektif masyarakat atau anggaran negara (ADK).

Pengamat Jurnalistik bahkan menyebut tindakan ini telah merusak mekanisme klarifikasi yang semestinya:
Penyimpangan Mekanisme Klarifikasi:

Pihak yang keberatan seharusnya menggunakan Hak Jawab kepada media yang pertama kali memuat berita, bukan menyebarkan bantahan melalui media lain, yang berpotensi menciptakan disinformasi.

BACA JUGA :  Rayakan HUT Ke-14, DPD Partai NasDem Gelar Bakti Sosial Dan Syukuran

Pelanggaran Etik Jurnalistik: Media yang menayangkan video bantahan tanpa menguji keabsahan klaim klarifikasi tersebut, apalagi konteks awalnya, dituding melanggar prinsip keberimbangan dan verifikasi mendalam.

Dampak dari polemik ini bukan hanya soal dana PLTS, melainkan juga ancaman terhadap kebebasan pers dan peran sosial kontrol media dalam mengawasi penggunaan anggaran publik di tingkat kampung.

Upaya pembelaan diri oknum pejabat ini diduga berujung pada upaya untuk “mematikan” peran media yang seharusnya menjadi mata dan telinga masyarakat.

Media Ambil Sikap Tegas: Lapor Dewan Pers dan APH, “Merasa kredibilitasnya dirugikan, tim media gabungan yang pertama kali menaikkan berita keresahan warga kini mengambil sikap tegas.

Mereka berencana melaporkan kasus ini ke:
Dewan Pers: Untuk menguji dugaan pelanggaran etik jurnalistik oleh media yang menayangkan video bantahan sepihak.

Aparat Penegak Hukum (APH): Untuk menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan dana PLTS dan ADK, serta mendalami dugaan pelanggaran KIP di Balikukup.

Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa upaya pejabat publik untuk berkelit dari transparansi dana rakyat, terutama dengan menggunakan manuver yang mencederai prinsip demokrasi dan profesionalisme pers, akan menghadapi tantangan serius dari masyarakat dan pilar demokrasi.(Adam)