Kunjungan Petinggi PT PEMA Ke Aceh Timur Picu Kontroversi: Satgas PPA Bongkar Dugaan Pencemaran Lingkungan

oleh -26.759 views
Kunjungan Petinggi PT PEMA Ke Aceh Timur Picu Kontroversi: Satgas PPA Bongkar Dugaan Pencemaran Lingkungan

Aceh Timur | REALITAS – Kunjungan sejumlah petinggi PT Pembangunan Aceh (PEMA) ke lokasi pengelolaan sulfur di Aceh Timur pada pekan ini justru memantik polemik tajam. Alih-alih memperkuat citra kepatuhan terhadap standar operasional dan lingkungan, pernyataan resmi dari jajaran direksi PEMA malah memicu bantahan keras dari Satuan Tugas Percepatan Pembangunan Aceh (Satgas PPA).

Direktur Keuangan dan Umum PT PEMA, Dr (C) Teungku Muhammad Nur MSi, menyebut bahwa aktivitas pengelolaan sulfur oleh perusahaan berjalan lancar dan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) serta hasil kajian lingkungan yang berlaku. Namun, klaim tersebut dibantah secara tegas oleh Koordinator Satgas PPA, Tri Nugroho.

“Kalau memang sesuai SOP, mengapa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan surat resmi yang menyatakan telah terjadi pencemaran lingkungan di Kuala Langsa?” ungkap Tri Nugroho dengan nada geram saat diwawancarai, Sabtu 10 Mei 2025.

BACA JUGA :  Rektor USU Tekankan Lulusan Akan Pentingnya Adaptasi

Tri menyatakan bahwa surat dari KLHK menjadi bukti sahih adanya dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas pengelolaan sulfur oleh PEMA. Ia menilai klaim kepatuhan SOP sebagai bentuk manipulasi informasi kepada publik.

“Ini bukan lagi sekadar asumsi. Jika tak ada pelanggaran, KLHK tidak mungkin turun tangan dan mengeluarkan surat resmi. Ini jelas ada masalah serius,” tambahnya.

Ia juga menyinggung potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021. Menurutnya, kegiatan pengelolaan sulfur harus ditinjau ulang secara menyeluruh oleh otoritas terkait.

Sebelumnya, Teungku Muhammad Nur menekankan bahwa lokasi penampungan sulfur jauh dari pemukiman dan laut, serta mayoritas tenaga kerja yang digunakan berasal dari masyarakat setempat. Namun, narasi ini kini dipertanyakan keakuratannya menyusul munculnya dokumen resmi dari KLHK.

Sebagai informasi, PT PEMA telah mengelola limbah sulfur dari proyek gas WK (Blok) A sejak tahun 2020. Produksi sulfur diperkirakan mencapai 500 ton per bulan, dengan distribusi ekspor melalui pelabuhan di Aceh Utara dan Langsa. Pengiriman perdana dilakukan pada Januari 2022.

Kini, dengan tudingan pencemaran yang disertai bukti dari kementerian, aktivitas pengelolaan sulfur PT PEMA berada dalam sorotan tajam publik. Masyarakat Aceh Timur dan pemerhati lingkungan mendesak adanya transparansi dan evaluasi mendalam terhadap operasional perusahaan milik daerah tersebut.

Polemik ini menjadi ujian besar bagi komitmen PT PEMA dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menjadi sorotan penting dalam tata kelola industri ekstraktif di Aceh.( fajar/Darius)