Cegah Corona, YARA Desak Semua Kepala Daerah di Aceh Implementasikan Qanun Layanan Halal Pada Warung Kopi

oleh -443.579 views
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH,

Banda Aceh I Realitas – Warung kopi menjadi tempat paling favorit bagi warga Aceh untuk mengadakan pertemuan. Hampir semua janji dengan teman atau mitra bisnis dilakukan di warung kopi.

Itulah yang menyebabkan di Aceh berjamuran warung kopi, hingga Aceh berjuluk Daerah Sejuta Warkop. Semua warkop terisi, bahkan ada yang penuh sesak.

Dalam konteks covid-19, warung kopi, rumah makan dan café dinilai berpotensi menjadi tempat penyebaran virus dari peralatan minum/makan yang silih berganti pemakaiannya.

“Dalam warkop terjadi pergantian pemakaian peralatan minum yang sangat tinggi. Ini tentu saja sangat tidak baik dalam konteks pemutusan mata rantai covid-19.

Karenanya semua warkop di Aceh harus ditertibkan sebelum menjadi pusat masalah,” kata Safaruddin.,SH, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) melalui siaran pers kepada wartawan, Rabu (29/4/2020).

“Kami mendesak pemerintah daerah di Aceh, baik plt gubernur maupun para bupati/wali kota, untuk mensertifikasi halal pada LPPOM MPU semua warung kopi, cafe dan rumah makan di Aceh sehingga sesuai dengan amanah Qanun Aceh 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal,” ujar Safaruddin yang juga Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Wilayah Aceh.

BACA JUGA :   Didampingi Ulama, Haji Tole Antar Berkas Pendaftaran Bacalon Bupati Aceh Timur 2024-2029

Safaruddin meminta pemerintah agar menutup sementara warung kopi dan rumah makan yang belum memiliki sertifikat halal dari MPU Aceh.

Pemerintah khususnya Dinas Syariat Islam Aceh diminta untuk menyosialisasikan pentingnya usaha makanan/minuman memiliki sertifikat halal.

“Qanun Aceh 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal harus dijalankan oleh Pemerintah Aceh. Ini persoalan mendasar.

Kalau yang dimakan orang Aceh saja tidak terjamin halal, maka akan terbentuk generasi penerus yang keras hati, tungang, dan klo prip.

Makanan yang diasup oleh masusia adalah sesuatu yang sangat substansial, harus dijamin halal baik zat maupun prosesnya,” kata Safaruddin.

Dia menambahkan, dalam Qanun Nomor 8/2016 itu disebutkan pemilik usaha makanan dan minuman yang memasarkan barang yang belum bersertifikat halal dapat dihukum cambuk di depan umum.

“Jadi, cambuk itu bukan hanya untuk pelanggar khalwat, maisir dan judi saja. Pemilik warkop, café dan rumah makan yang tak mau mengurus sertifikat halal juga bias kena. Makanya Dinas Syariat Aceh jangan diam saja dalam urusan ini,” saran Safaruddin.

BACA JUGA :   Personel Polres Singkil Nobar Semifinal Piala Asia U-23

Ditambahkannya, metode pencucian gelas/piring dalam warung kopi selama ini masih belum memenuhi standar halal, dan ini adalah berpotensi menjadi sumber penyebaran penyakit menular karena tidak sesuai standar kesehatan.

“Lihatkan gelas/pring hanya dikocok-kocok dalam ember yang sama, tanpa dibilas dengan air suci yang mengalir. Bekas kotoran dalam piring dan gelas, mungkin juga ada ludah, menyatu dalam ember. Lalu dalam gelas itu disaji minuman untuk tamu lain.

Cobalah undang petugas dari LPPOM MPU Aceh, mereka pasti mengatakan yang semacam ini adalah di bawah standar halal,” kata Safaruddin.

Safaruddin mengancam akan menggugat para kepala daerah jika Qanun Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal tidak dijalankan di Aceh.

“Jangan main-main, regulasi yang sudah ada itu wajib ditegakkan. Kalau pemerintah tetap membangkang, bisa jadi kami akan menggugat mereka ke meja hijau,” pungkas Safaruddin. (Rahmad Wahyudi)