Jakarta | Realitas – Konten fitnah maupun hoax atau bohong lahir dari pikiran pendek. Tim sukses hanya memenangkan kandidatnya tanpa memikirkan kepentingan nasional.
Karenanya mari jaga rapat redaksi tim media sosial dari godaan setan yang terkutuk,” kata pengamat media sosial dari Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi), Hariqo Wibawa Satria dalam diskusi bertajuk ‘Peran Jurnalis dan Warganet Mencegah Kampanye Hitam dan Politisasi SARA di Pilkada Serentak 2018 guna Menjaga Persatuan NKRI’ di di kantor Trenzing, Jalan Guntur No. 9, Kota Bogor, kemarin.
Hadir pula sebagai pembicara yakni Gebril Daulay (tenaga ahli KPU RI), Yophiandi Kurniawan (praktisi media), dan Ridwan Budiman (pegiat literasi media).
Hariqo juga mengimbau agar setiap konten yang diproduksi oleh tim sukses diberikan identitas atau kode tertentu, sehingga masyarakat dapat menilai, media sosial mana yang paling inovatif dan kreatif dalam mengkampanyekan kandidatnya di Pilkada serentak 2018.
Para kandidat harus sadar bahwa konten fitnah, hoax yang dilakukan tim medianya tidak akan memenangkan dirinya. Kampanye hitam bukan saja mendekatkan pelakunya ke neraka, tapi juga bisa berujung penjara,” ujar Hariqo.
Hariqo menambahkan, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan melaksanakan Pilkada Serentak tahun ini. Semua kandidat tentunya memiliki tim media. Karena jangan sampai ada konten yang merusak keutuhan NKRI.
“Setiap tim media sosial kandidat dalam Pilkada Serentak 2018 harus berkompetisi memenangkan kandidatnya, itu pasti. Namun tim media sosial kandidat juga harus berkolaborasi menjaga keutuhan NKRI dengan melawan kampanye hitam dan politisasi SARA, tidak hanya saat Pilkada namun sampai kapanpun,” tegasnya.
“Pilkada serentak lebih dari sekadar ujian berdemokrasi, namun juga ujian dalam berbangsa dan bernegara,” tambah Hariqo yang juga sebagai Direktur Eksekutif komunikonten ini.
Sementara itu, Yophiandi mengatakan, pembuat konten media sosial saat ini banyak yang kreatif. Karenanya optimalkan potensi positif dan kreatif anak muda, bukan dengan menjerumuskan mereka dengan melakukan kampanye hitam.
“Setidaknya ada tiga karakteristik orang Indonesia terkait media dan informasi. Pertama, kurang mencerna informasi. Kedua, kurang berpendidikan tapi cepat menelan informasi. Ketiga, berpendidikan namun kurang mencerna informasi,” paparnya.
Ridwan menyebutkan, pemilih pemula pada Pilkada serentak 2018 nanti kurang lebih 10,6 juta dari total 160 juta DPT secara keseluruhan di 171 daerah yang menyelenggarakan. Mereka punya kemungkinan besar menjadi korban hoax. Terlebih, jika konten hoax tersebut disebarkan oleh orang terdekatnya, baik itu orangtua, kakak, adik, teman, bahkan pacarnya.
“10,6 juta itu adalah generasi masa depan Indonesia, konten-konten yang diproduksi saat Pilkada Serentak 2018 harus mampu membuat mereka terdidik dan bangga jadi orang Indonesia,” tegas Ridwan.(Rostani).