Sumenep I REALITAS — Gelombang kejutan dan kecaman keras mengguncang Desa Bilapora Rebba, Sumenep, menyusul tindakan pengrusakan Jalan Raja Kabupaten yang diduga kuat merupakan aset jalan provinsi. Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) dan perhubungan Disperkimhub Kabupaten Sumenep turun tangan menanggapi aksi anarkis yang dilakukan oleh seorang warga berinisial NN.
NN, yang oleh sejumlah warga setempat dicap “kebal hukum”, diduga dengan pongah melakukan penggalian jalan tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan dalam dialek Madura yang pedas, “Geneka polana banyak pesena pak, mangkana bengal ngale lorongnga pamerenta,” yang berarti “Orang itu banyak uang, makanya berani menggali jalan milik pemerintah.”
Dalam klarifikasinya, NN justru melontarkan pengakuan yang lebih menghebohkan. Ia mengklaim telah mengantongi “izin” dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk melakukan penggalian tersebut. Lebih lanjut, NN dengan enteng menyatakan bahwa pihak LSM tersebut berjanji akan bertanggung jawab penuh, termasuk jika dirinya harus berurusan dengan aparat penegak hukum. “Dan sudah izin kepada Kepala Desa setempat Bilapora Rebba,” imbuhnya.
Namun, bantahan keras datang dari pucuk pimpinan Desa Bilapora Rebba. Kepala Desa Fawait dengan tegas menyatakan, “Tidak ada koordinasi sebelumnya kepada saya, Mas.” Pernyataan ini secara telak membantah klaim NN dan semakin memperjelas indikasi adanya tindakan sepihak yang melabrak prosedur hukum.
Kunjungan mendadak dari Dinas PU Bina Marga ke lokasi kejadian bukan tanpa alasan. Pengrusakan jalan dengan galian sedalam kurang lebih tiga meter tersebut tidak hanya merusak infrastruktur publik, tetapi juga berpotensi besar menyebabkan kecelakaan yang mengancam keselamatan, bahkan nyawa pengguna jalan. Pertanyaan mendasar pun mencuat: siapa yang akan bertanggung jawab jika tragedi tak terduga terjadi akibat ulah sembrono ini?
Tindakan NN jelas merupakan pelanggaran hukum yang nyata, melawan ketentuan perundang-undangan yang melindungi fasilitas umum sebagai aset negara yang diperuntukkan bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Aparat penegak hukum diharapkan tidak tinggal diam dan segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku. Pemberitaan mengenai kasus ini yang telah beredar beberapa hari terakhir seharusnya menjadi landasan kuat bagi pihak berwenang untuk mengimplementasikan supremasi hukum tanpa pandang bulu.
Publik menanti respons cepat dan konkret dari pihak-pihak terkait. Jangan sampai arogansi kekuasaan dan klaim “kebal hukum” merobek tatanan hukum yang seharusnya menjadi panglima di negeri ini. Kasus Bilapora Rebba adalah ujian nyata bagi penegakan hukum di Kabupaten Sumenep.(R. M Hendra)