Banda Aceh | REALITAS – Muzakir, SH, pengacara di Banda Aceh mendesak pihak penggugat Rektor IAIN Langsa silakan melaporkan ada dugaan saksi palsu di hadirkan di PTUN Banda Aceh untuk melaporkan ke Polda Aceh.
Polemik seputar sidang pemberhentian Dr. Mawardi Siregar, MA dari jabatan Dekan FUAD IAIN Langsa terus bergulir, dan berbuntut panjang, ada dua saksi yang di hadirkan ke PTUN Banda Aceh diduga sudah memberikan keterangan Palsu di depan Hakim.
Kali ini, desakan dari seorang pengacara di Banda Aceh Muzakir, SH.
Muzakir meminta agar Dr. Mawardi dan tim kuasa hukumnya segera melaporkan saksi yang memberikan keterangan palsu dalam sidang, serta pejabat kampus yang diduga terlibat dalam upaya menjatuhkan nama baik kliennya.
“Safrizal telah menodai marwah pengadilan dengan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Muzakir tersebut saat dihubungi Wartawan di Banda Aceh, Rabu – 23-April 2025.
Diketahui, Safrizal dihadirkan sebagai saksi fakta oleh pihak tergugat, yakni Rektor IAIN Langsa, Prof. Ismail Fahmi Arrauf Nasution, MA. Ia disebutkan dalam surat tugas resmi sebagai mahasiswa aktif semester 9. Namun di akhir persidangan, di hadapan majelis hakim dan Dr. Mawardi sendiri, Safrizal mengakui bahwa dirinya telah menyelesaikan studi dan berstatus sebagai alumni, ini kan pengakuan langsung dari saksi Mawardi, pada sidang PTUN Banda Aceh Selasa – 22 April 2025.
“Ini bukan kesalahan administratif, ini adalah pemalsuan identitas dalam ruang sidang. Dr. Mawardi harus mengambil langkah hukum,” ujar Muzakir.
Tidak hanya Safrizal, pengacara dibanda Aceh tersebut juga mendesak agar Wakil Dekan III FUAD, Danil Putra Arisandy, dilaporkan secara hukum.
Kesaksian Danil dinilai bermuatan tendensius dan diduga menjadi aktor di balik eskalasi unjuk rasa mahasiswa FUAD yang kemudian dijadikan alasan pemberhentian Dr. Mawardi dari jabatannya.
“Dia bukan hanya gagal meredam konflik kemahasiswaan, tapi patut diduga sebagai dalang di balik mobilisasi massa. Kesaksiannya harus diuji, dan kalau terbukti mengarahkan opini untuk menjatuhkan Dr. Mawardi, maka ada unsur persekongkolan yang harus diusut,” jelasnya.
Ia juga menyebut bahwa tanggung jawab besar ada pada Prof. Ismail Fahmi Arrauf Nasution selaku Rektor IAIN Langsa. “Beliau mengirim saksi dengan surat tugas yang menyatakan status yang tidak sesuai fakta. Ini bisa dikategorikan sebagai tindakan yang mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu,” katanya lagi.
Merujuk pada Pasal 242 ayat (1) KUHP, ditegaskan bahwa “Barang siapa dalam hal-hal yang menurut ketentuan undang-undang pengakuan atau keterangan itu harus diberikan, dengan sengaja memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, baik lisan maupun tertulis, dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
Kita juga menyerukan agar kasus ini tidak berhenti di meja PTUN semata, tetapi menjadi pintu masuk bagi penegakan integritas di lingkungan kampus. “Kami mendukung proses hukum berjalan secara terbuka dan adil. Jika ada unsur kebohongan, pemalsuan, atau penyalahgunaan kewenangan, maka tidak boleh ada yang kebal hukum – termasuk rektor,”tutup Muzakir.(Wh)