Blangpidie I Realitas – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, dilaporkan sedang membidik dugaan korupsi dalam pengerjaan proyek pembangunan pasar modern, di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) yang menelan anggaran lebih kurang Rp.58.000.000.000,- lebih sumber dana Otsus Kabupaten Abdya Tahun 2016 dan 2017.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Aceh, Amir Hamzah SH, yang dihubungi wartawan, Rabu (7/2/2018) membenarkan bahwa Kajati Aceh akan menangani kasus dugaan korupsi dalam proyek Pasar Modern di Abdya.
Hal itu, sesuai dengan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid) dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Dr.Chairul Amir,SH,MH.
Saat ini pihaknya sedang menyusun program pemeriksaan, serta pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait, yang terlibat langsung, dalam pelaksanaan kegiatan dimaksud, ”Sprinlidnya sudah ada, tinggal kita laksanakan saja prosesnya,” ungkap Amir.
Menurutnya, penanganan kasus dugaan korupsi proyek pasar modern di Abdya, perlu langkah yang sangat matang.
Pasalnya, proyek itu diduga telah merugikan negara hingga miliaran rupiah, ”Saya hanya bisa memberikan keterangan sampai disini aja dulu, karena masih dalam tahap penyelidikan , Nanti saat ada perkembangan lanjutan, akan dikabari lagi,” singkat Amir.
Diinformasikan sebelumnya, proyek pasar modern Abdya itu, dikerjakan PT.Proteknika Jasa Pratama dengan Nomor Kontrak: 602/01/KONTRAK-CK/PU/2016 tanggal (29/02/2016) , Nilai kontrak Rp.58.681.800.000,- sumber Otsus Kabupaten Abdya tahun 2016 dan tahun 2017.
Sistem pengerjaan dalam tahun jamak , Pada tahun 2016, anggaran yang dikucurkan dalam proyek itu sebesar Rp.25.000.000.000,- Sedangkan tahun 2017, dilanjutkan dengan kucuran anggaran sebesar Rp.35.000.000.000,-.
Dalam pelaksanaanya, diketahui banyak menuai masalah. Salah satunya, kelebihan bayar pada realisasi keuangan lebih besar/tinggi, dibandingkan dengan realisasi fisik/progres fisik.
Laporan kemajuan pekerjaan, periode 31 Desember 2016 sebesar 16,98%, target fisik sesuai jadwal pelaksanaan, sebesar 36,15% , Dari data itu, diketahui terjadi deviasi sebesar 19,17% , (Kontrak seharusnya sudah putus, karena deviasi 10% dan sudah Show Cause Meeting (SCM).
Realisasi keuangan 31 Desember 2016, sebesar 23% atau senilai Rp.13.496.814.000,- Hal itu, disebut-sebut banyak kalangan sebagai penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum, karena berpotensi merugikan keuangan negara, sebesar 6,02%, atau senilai Rp.3.532.644.360,-.
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 No Urut 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi Pasal 2 dan Pasal 3.
Juga merujuk pada Perpres Nomor : 04 Tahun 2015 Perubahan Ke-Empat Perpres Nomor : 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pasal (2a) disebutkan, pembayaran untuk pekerjaan konstruksi, dilakukan senilai pekerjaan terpasang.(SYAHRIZAL)