Ketua Fraksi Partai Aceh Jangan Mempersempit Definisi Korban Konflik

oleh -201.579 views
Ketua DPP Forum Komunikasi Anak Bangsa (Forkab) Aceh Polem Muda Ahmad Yani

BANDA ACEH I MEDIA REALITAS – Ketua DPP Forum Komunikasi Anak Bangsa (FORKAB) Aceh Polem Muda Ahmad Yani melalui juru bicaranyaKetua fraksi Partai Aceh jangan mempersempit definisi korban konflik , Abi Sulthan meminta agar Ketua fraksi Partai Aceh jangan mempersempit definisi korban konflik yang hanya menguntungkan KPA.

Polem Muda sapaan akrab ketua FORKAB melalui jubirnya, saat ditemui di Banda Aceh, Jum’at (19/01/2018) menyebutkan , jika dalam ketentuan qanun BRA menimbang “Reintegrasi kedalam masyarakat harus dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh terhadap Mantan Pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan tahanan politik yang memperoleh amnesti serta masyarakat yang terkena konflik demi penguatan perdamaian , Disampaikan Polem

Polem, Lantas berdasarkan ketentuan ini kenapa pihak DPRA yang di dominasi oleh Partai PA memberi hak yang istimewa hanya kepada ketua KPA dengan meminggirkan keberadaan pihak TaPol serta masyarakat korban konflik lainnya guna berkompetisi secara adil menjadi ketua BRA.

 “Apa urusannya ketua KPA dapat menentukan ketua BRA sesuai dengan seleranya. jika ketua fraksi PA mengatakan usulan ini tdk mereduksi kewenangan Gubenur ini juga kurang tepat,” tegas Polem.

BACA JUGA :  Ketua YARA Langsa Desak Kapolda Dan Ditreskrimsus Polda Aceh Tangkap Pemilik Tanah Minyak Ilegal Gampong Alur Canang

Lebih lanjut, Karena berdasarkan UUPA No.11/2006 pasal 1 Aceh dapat mengatur dirinya sendiri dan dipimpin oleh gubenur. Yang melaksanakan Pemerintahan Aceh itu adalah Gubenur serta DPRA bedasarkan fungsi masing-masing yang dibantu oleh perangkat daerah lainya dan disini tidak tercantum kewenangan Komite Peralihan Aceh (KPA) didalamnya.

Jadi unsur pelaksana Pemerintah Aceh dan kewenangan membentuk lembaga atau Badan dilakukan oleh Gubenur dengan persetujuan DPRA demikian juga pergantian ketua BRA. Pada pasal 7 ayat 1 UUPA juga menegaskan bahwa Pemerintah Aceh dan Kabupaten Kota punya hak mengatur dirinya sendiri dalam semua sektor publik.

Saya rasa ketua Fraksi PA harus paham bahwa Ketua KPA bukan merupakan unsur penyelenggara Pemerintah Aceh serta tidak tercantum dalam nomenklatur dan landasan Yuridis manapun terkait unsur atau perangkat daerah. Didalam pasal 1 Qanun BRA no.6/2015  juga tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan ketua KPA.

Polem menyebutkan,” tanpa penjelasan tiba-tiba ketua KPA muncul dalam pasal 44 ayat 1 dan 4 dengan kewenangan dapat mengusulkan pemberhentian dan pengangkatan ketua BRA. Ketua KPA merupakan satu-satunya pemberi usulan tertulis dalam pengangkatan dan pemberhentian ketua BRA. Ini kan seperti ” nyelonong kerumah orang lewat jendela dan selanjutnya mengatur pemilik rumah,”.

BACA JUGA :  Dalam Rangka Penyiapan Satuan Perbantuan, Kodim 0111/Bireuen Laksanakan Latihan PHH

Qanun BRA hendaknya jangan hanya mengakomodir pihak tertentu, dia harus berdiri adil ditengah masyarakat korban konflik.

Selama ini kami tidak pernah tersentuh pemberdayaan BRA, statemen Pak Abdullah Saleh benar bahwa FORKAB Aceh sudah duluan mendapat pembinaan dari TNI.

Tetapi bantuan ekonomi belum pernah kami dapatkan padahal anggota Forum Aceh adalah juga eks kombatan korban konflik dan kami memiliki anggota di hampir seluruh Kabupaten/Kota.

Meskipun demikian kita menghargai penafsiran yang berbeda terhadap Qanun BRA, biarlah hakim di Mahkamah Agung sebagai wasit yang memutuskan argumen mana yang benar’’Ujar Polem dipenutup.(SABRI)