Masyarakat Mangkupadi, Tanah Kuning Bulungan Kaltara, Bersatu Tuntut Tanah Hak Ulayat di Tengah Proyek (PSN) KIPI/Adaro,”

oleh -142.759 views

Bulungan, Kaltara |  REALITAS (28/9/2025) Masyarakat gabungan dari Desa Mangkupadi dan Desa Tanah Kuning, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, kini bersatu dalam sebuah perlawanan menuntut keadilan atas dugaan perampasan tanah hak ulayat mereka.

Perlawanan ini diarahkan kepada perusahaan-perusahaan besar, termasuk perusahaan oligarki PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI) dan PT Adaro melalui anak perusahaannya, yang beroperasi di bawah payung Proyek Strategis Nasional (PSN) Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning-Mangkupadi.

Masyarakat yang merasa tertindas ini mengungkapkan bahwa permasalahan ini berakar sejak masa beroperasinya perusahaan perkebunan kelapa sawit PT BCAP, hingga kemudian terjadi alih fungsi lahan menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) untuk kawasan industri raksasa tersebut.

Mereka menilai proses peralihan ini banyak merampas tanah warisan nenek moyang yang telah mereka jaga dan lestarikan secara turun-temurun.
Fakta Mengejutkan: Kuburan hingga Laut Masuk Batas Perusahaan

Fakta-fakta di lapangan yang diungkap oleh warga menunjukkan betapa luas dan serampangan batas Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki oleh perusahaan sebelumnya, PT BCAP, dan kini beralih menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) untuk PT KIPI.

Dalam batas HGU tersebut, terungkap bahwa aset-aset publik dan area sakral milik masyarakat justru ikut tercaplok. Kuburan (pemakaman) warga, yang seharusnya dilindungi, dilaporkan masuk dalam area HGU.

BACA JUGA :  Kapolres Aceh Singkil dan Forkopimda Hadiri Launching Dapur MBG II dan Pendistribusian Makan Bergizi Gratis Perdana di Gunung Meriah

Selain itu, jalanan umum, sungai, rumah-rumah warga, kebun-kebun produktif milik masyarakat, dan bahkan fasilitas-fasilitas milik pemerintah pun tak luput dari klaim batas perusahaan.

Yang lebih memprihatinkan, klaim HGU tersebut juga merambah hingga ke wilayah perairan. Pinggiran laut yang merupakan mata pencaharian utama para nelayan setempat juga termasuk dalam batas yang kini dialihfungsikan untuk proyek KIPI. Kondisi ini secara langsung mengancam ruang hidup dan kedaulatan masyarakat, baik yang hidup dari darat maupun laut.

Seruan Keadilan dan Landasan Konstitusi
Salah seorang perwakilan warga menegaskan bahwa mereka pada prinsipnya mendukung program pemerintah untuk pembangunan dan kemajuan daerah. Namun, dukungan tersebut harus disertai dengan perlindungan terhadap hak-hak dasar masyarakat.

“Kami mendukung program pemerintah, akan tetapi tolong perhatikan hak-hak kami sebagai warga masyarakat yang sudah memiliki tanah hak dari warisan nenek moyang kami. Dari turun-temurun dari dulu kami jaga dan kami rawat dan lestarikan,” ujar warga tersebut dengan nada penuh harap.

“Bagaimana mungkin kuburan leluhur kami, jalan kami, sungai kami, semua bisa jadi milik perusahaan?”
Masyarakat mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten, Provinsi, dan secara khusus memohon perhatian Pemerintah Pusat melalui Bapak Presiden Haji Prabowo Subianto untuk turun tangan.

Mereka berharap Presiden dapat memberikan kebijakan yang adil dan layak yang sejalan dengan konstitusi negara.

BACA JUGA :  Dua Polwan Polda Riau Meraih Medali di Kejuaraan Taekwondo Internasional

Tuntutan warga Mangkupadi dan Tanah Kuning berlandaskan pada amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yang seharusnya menjadi pedoman utama dalam setiap kebijakan negara, terutama terkait pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan hak rakyat:

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Penguasaan negara harus berorientasi pada kemakmuran rakyat, yang mencakup perlindungan ruang hidup dan sumber penghidupan, bukan sebaliknya.

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Perampasan tanah dan wilayah pesisir secara langsung mengancam hak warga untuk mendapatkan penghidupan yang layak.

Pasal 18B ayat (2) UUD 1945: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup…”

Pasal ini menjadi dasar pengakuan terhadap hak ulayat adat, menuntut negara untuk menghormati dan tidak menghilangkan hak-hak tradisional mereka dalam proses pembangunan PSN.

Perlawanan bersatu ini menjadi sorotan, menempatkan Pemerintah di bawah tanggung jawab untuk menyeimbangkan kepentingan investasi Proyek Strategis Nasional dengan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara.

Masyarakat menunggu langkah konkret dari pemimpin nasional untuk menjamin keadilan bagi rakyat kecil di tengah derasnya arus investasi skala besar.”(Adam)