Lombok | REALITAS – BPOM menggelar Lokakarya Peningkatan Budaya Integritas dan Efektivitas Kinerja sebagai bagian dari langkah strategis menuju pengawasan obat dan makanan yang diakui dunia internasional, Kamis 28 November 2024.
Kegiatan ini menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) untuk memperkuat akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan serta mendukung pengembangan regulasi berbasis standar internasional.
Dalam laporannya, Inspektur Utama BPOM Yan Setiadi mengungkapkan capaian terbaru BPOM dalam peningkatan akuntabilitas, termasuk nilai Indeks Maturitas SPIP 2024 yang mencapai 4,094 dan Kapabilitas APIP sebesar 3,77. “Capaian ini menunjukkan BPOM berada dalam kategori Baik Menuju Baik Sekali. Kami terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan dan pelayanan publik yang transparan,” ujarnya.
Namun ia mengakui tantangan yang dihadapi, seperti terbatasnya anggaran, fragmentasi kelembagaan, serta perkembangan teknologi yang memengaruhi pola pengawasan. Oleh karena itu, sinergi lintas sektor menjadi kunci utama dalam meningkatkan efektivitas pengawasan.
Dalam lokakarya ini, Kepala BPOM, Taruna Ikrar, memaparkan upaya BPOM untuk memperoleh pengakuan WHO Listed Authority (WLA), sebuah status yang menunjukkan level otoritas regulatori kelas dunia. “Pengakuan ini akan meningkatkan daya saing produk farmasi Indonesia dan memperkuat kerja sama internasional. Kami juga telah memulai langkah konkret sejak November 2023 untuk memenuhi seluruh standar yang ditetapkan WHO,” kata Taruna.
Lebih lanjut ia menjelaskan impact positif dari diakuinya BPOM sebagai negara yang masuk dalam WLA. “Banyak manfaat jika BPOM menjadi WLA, yaitu: reputasi setingkat negara maju seperti Amerika, Jepang, Australia, dll yang sudah menjadi WLA, produk Indonesia tidak harus melalui inspeksi oleh negara tujuan terlebih dahulu jika akan diekspor sehingga bisa mempersingkat waktu dan biaya, serta BPOM dan produk Indonesia akan dianggap sudah paripurna sehingga kepercayaan dunia dan akses pasar meningkat,” terangnya.
Selain itu, Taruna menekankan pentingnya inovasi dalam pengawasan. “BPOM proaktif dalam menyikapi isu keamanan produk, seperti mafia skincare dan keracunan pangan. Kami juga memperkuat sistem pengawasan melalui edukasi, intensifikasi inspeksi, dan pendampingan UMKM,” jelasnya.
Pj. Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Hassanudin, menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan lokakarya ini di Lombok. “Kerja sama antara BPOM dan Pemerintah Daerah NTB sangat strategis untuk menjaga keamanan pangan dan mendukung kualitas produk lokal. Kami siap berkolaborasi dengan BPOM untuk menyukseskan program makan siang bergizi gratis, program prioritas nasional,” ujarnya.
Hassanudin menekankan bahwa pengawasan obat dan makanan tidak hanya berfungsi melindungi masyarakat, tetapi juga memperkuat daya saing produk domestik. “Ini adalah langkah penting untuk memastikan kesehatan masyarakat sekaligus mendukung perekonomian daerah,” tambahnya.
Anggota VI BPK RI, Drs. Fathan Subchi, dalam sambutannya menyoroti pentingnya peran sinergis antara BPK dan BPOM dalam memastikan tata kelola yang baik di sektor pengawasan obat dan makanan. “BPK melalui fungsi oversight, insight, dan foresight mendukung BPOM dalam menjawab tantangan luasnya cakupan wilayah pengawasan, pertumbuhan pelaku usaha, hingga maraknya peredaran produk ilegal. Pemeriksaan kinerja BPK juga memberikan rekomendasi strategis untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik BPOM,” ujar Fathan Subchi.
“Saya juga ingin mengingatkan bahwa keberhasilan kita dalam melakukan pengawasan obat dan makanan bergantung pada komitmen seluruh pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta, untuk bersama-sama menjaga integritas dan kualitas pelayanan publik,” tegasnya.
Saat ini BPOM sedang berjuang untuk memperoleh pengakuan sebagai otoritas obat dan makanan berkelas dunia melalui status World Health Organizations Listed Authority (WLA). Status ini akan memberikan manfaat bagi Indonesia yaitu meningkatkan kerja sama internasional sehingga memperbesar akses terhadap produk obat yang aman, efektif/bermanfaat, dan berkualitas, serta menjadi negara rujukan/referensi (reference country).
Anggota VI BPK RI ini menambahkan, predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diraih BPOM sebanyak 10 kali berturut-turut sejak 2014 adalah bukti konsistensi tata kelola yang baik. Namun, ia menekankan perlunya peningkatan kualitas pelaksanaan program pengawasan agar benar-benar mencerminkan efektivitas penggunaan anggaran dan mendukung capaian strategis BPOM.
Selain dihadiri 150 peserta secara luring dan 200 peserta daring, kegiatan ini juga melibatkan pelaku usaha UMKM yang diberikan ruang untuk memasarkan produk lokal NTB pada lokasi kegiatan lokakarya. Dukungan terhadap UMKM pangan olahan dan industri kreatif ini juga merupakan upaya mendorong kewirausahaan dan peningkatan daya saing produk lokal.
Forum strategis ini juga menjadi ajang bagi BPOM dan BPK untuk menyatukan visi dalam pengawasan obat dan makanan. Dengan dukungan penuh dari BPK, BPOM diharapkan mampu menjawab tantangan pengawasan yang semakin kompleks, mencapai pengakuan internasional, dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. (*)
Sumber: bpom