Selama Pandemi Corona, Banyak Orang Tertarik Jadi Hacker

oleh -218.579 views
oleh

JAKARTA | Realitas – Sebuah data yang ditulis Cybernews menunjukkan bahwa selama pandemi virus corona SARS-Cov-2 (Covid-19), banyak orang yang ingin belajar menjadi peretas atau hacker.

Hal ini terkait dengan meningkatkan angka pengangguran di seluruh dunia saat pandemi Covid-19. Hacking atau peretasan menjadi salah satu alternatif yang dicari untuk mendapatkan penghasilan.

Sehingga diperkirakan tahun ini angka kejahatan siber bakal melesat tinggi akibat pelemahan ekonomi. Cybernews memperkirakan akan terjadi gelombang kejahatan siber besar-besaran akhir tahun ini.

Berdasarkan penelusuran Cybernews, pencarian soal hacking, scamming, dan bentuk kejahatan siber lain meningkat pesat. Peningkatan kata kunci tersebut terjadi pada awal Maret hingga Mei 2020.

Menurut Edvardas Mikalauskas dari Cybernews, kata kunci hacking course (kursus peretasan) dan ethical hacking course (kursus etika peretasan) bahkan mencapai titik pencarian tertinggi sepanjang sejarah. Selain itu, terjadi peningkatan kunjungan situs maupun forum hacker sebesar 66 persen pada Maret.

Lima kata kunci kejahatan siber mencapai puncak pencarian tertinggi dalam lima tahun terakhir. Sementara delapan kata kunci terkait belajar meretas mencapai titik tertinggi dalam setahun terakhir.

Kelima kata kunci itu adalah how to get on dark web (bagaimana cara mendapatkan dark web), how to scam (bagaimana cara melakukan scam), dan learn hacking (belajar meretas).

“Volume pencarian untuk delapan kata kunci lain yang terkait dengan pembelajaran kejahatan dunia maya seperti bagaimana cara meretas, bagaimana mencari peretas, tutorial peretasan, dan empire market pun meningkat selama bulan Maret dan April,” tulis Mikalauskas dikutip dari keterangan rilis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (2/6).

Meski demikian, Cybernews menyebut terbuka kemungkinan peningkatan pencarian ini tidak seluruhnya dilakukan oleh mereka yang tertarik belajar menjadi hacker. Pencarian juga bisa disebabkan oleh hal lain, seperti tingginya tingkat serangan siber.

Merujuk pada data tersebut, Mikalauskas menilai bahwa peningkatan kata pencarian terkait peretasan dapat menjadi indikator lonjakan kejahatan siber di masa depan.

Lebih lanjut data Cybernews menunjukkan bahwa peretas dunia maya biasanya berasal dari negara dan wilayah yang secara ekonomi masuk kategori menengah ke bawah.

“Lonjakan pencarian terkait kejahatan di dunia maya sedang kami amati dan sebagian besar mereka berasal dari Bangladesh, India, Pakistan, dan Nigeria,” sambungnya.

Sebab, menurut Mikalauskas di negara itu tidak ada undang-undang terkait kejahatan siber. Jika ada, aturan itu tidak dilaksanakan dengan baik.

Cybernews pun menyarankan saat masa bekerja dari rumah demi menekan pandemi virus corona ini mestinya dimanfaatkan para pemangku institusi maupun perusahaan untuk berbenah diri.

Caranya, dengan meningkatkan perlindungan jaringan dalam hal keamanan siber sebagai ajang mitigasi saat menghadapi lonjakan peretasan yang lebih banyak di masa depan.

Beberapa waktu lalu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengeluarkan data terkait serangan siber selama pandemi virus corona di Indonesia yang naik hampir enam kali lipat.

Menurut data yang dihimpun Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional BSSN, sejak bulan Januari sampai Maret 2020 total kasus serangan siber di Indonesia berjumlah 80.837.445.

Data BSSN pun menunjukkan bahwa telah terjadi serangan malicious terhadap layanan video konferensi Zoom yang menggunakan pengkodean berisi modul metasploit, adware, dan hiddenad/hiddad.

Sementara serangan siber secara global yang memanfaatkan isu Covid-19 ada 25 kasus. BSSN mengatakan jenis-jenis serangan yang dilancarkan ialah malware, phising, dan ransomware. (cnn/red)