Pembebasan Lahan Tol Rp 12 Ribu/Meter, Warga Gugat BPN Aceh

oleh -98.579 views

Banda Aceh | Realitas – 23 Warga dari empat desa di Aceh Besar, Aceh mengajukan gugatan keberatan ganti rugi tanah terkait pembangunan jalan tol ke Pengadilan Negeri (PN) Jantho.

Mereka tidak terima tanah mereka dibayar murah, yaitu dari Rp 12 ribu hingga Rp 45 ribuan per meter.

Pendaftaran permohonan keberatan itu dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh.

Dalam perkaran tersebut, warga menggugat Kepala BPN Provinsi Aceh selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.

Para pemohonnya yaitu pemilik tanah untuk pembangunan ruas jalan tol Banda Aceh-Sigli itu terletak di empat desa dari dua kecamatan di Aceh Besar.

Dalam proses ganti rugi, masyarakat keberatan dengan harga yang ditetapkan terhadap tanah yang dipakai untuk jalan tersebut.

“Dalam mekanisme hukum yang berlaku, setiap orang diberi hak untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri apabila terdapat keberatan terhadap penilaian ganti kerugian tanah yang ditetapkan,” kata Kepala Divisi Bantuan Hukum LBH Banda Aceh Wahyu Pratama, Senin (8/10/2018).

“Untuk perkara ini, LBH Banda Aceh bertindak untuk dan atas nama 23 warga yang menjadi pemegang hak atas objek pengadaan tanah.

Pada Kamis 4 Oktober 2018, 12 berkas permohonan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jantho, dan 11 berkas lagi didaftarkan pada Jumat 5 Oktober 2018,” jelas Wahyu.

Menurutnya, persoalan terkait ganti rugi tanah ini mengemuka sejak dilaksanakan pertemuan pada 29 hingga 30 Agustus 2018 lalu.

Dalam pertemuan tersebut, warga seharusnya mendapatkan kejelasan terkait dengan harga dan indikator penilaian yang jelas.

“Namun, yang terjadi justru dalam pertemuan itu, panitia pengadaan tanah menyerahkan resume penilaian yang berisi jumlah nilai ganti kerugian untuk tanah masing-masing yang telah diisi secara sepihak oleh panitia.

Masyarakat yang hadir dipanggil satu persatu untuk diperlihatkan resume penilaian tanpa diberikan salinannya,” ungkapnya.

Saat itu, masyarakat juga diminta menandatangani tanda terima resume penilaian yang diberikan panitia, lalu dipersilakan pulang.

Pada awal September 2018 lalu, warga sudah membuat pengaduan ke anggota DPR Aceh dan menggelar pertemuan di Gedung DPR Aceh.

Berselang beberapa hari kemudian, yaitu pada 17 September, dalam pertemuan yang berlangsung di UDKP Kantor Camat Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, warga diminta untuk membubuhkan tanda tangan terkait setuju atau tidak setuju pada Formulir yang sudah disediakan panitia pelaksana.

Masyarakat saat itu tidak diberi ruang mendapatkan informasi yang terbuka, transparan dan konpherensif.

“Kondisi objektif menunjukkan bahwa pertemuan pada tanggal akhir Agustus dan 17 September 2018 tidaklah dapat dikategorikan sebagai bentuk musyawarah, mengingat pertemuan tersebut tidak mencerminkan prinsip-prinsip dialogis atau komunikasi, tidak pernah terjadi secara dua arah guna mencari kesepakatan sebagaimana lazimnya musyawarah yang baik sebagaimana mestinya,” ungkap Wahyu.

“Penting untuk dipahami bahwasanya pembangunan harus tetap menjunjung tinggi penghormatan dan perlindungan hak warga negara.

Jangan sampai dengan dalih pembangunan, terjadi pengurangan dan atau pengabaian terhadap hak warga negara; salah satunya hak untuk mendapatkan ganti rugi yang layak dan informasi yang jujur dan terbuka,” jelas Wahyu.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu sejumlah masyarakat dari beberapa desa di Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh mendatangi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk menyampaikan harga tanah mereka dibeli sangat murah.

Tanah untuk pembangunan jalan tol itu dibeli dengan harga Rp 12 ribu hingga 40 ribuan/meter.

“Kami hari Kamis tanggal 30 Agustus kemarin diundang untuk rapat pembebasan jalan tol Banda Aceh-Sigli.

Dalam rapat itu kami disodorkan formulir untuk mengisi harga tanah dan tanaman untuk pembabasan lahan oleh KJPP.

Harga dibeli tanah kami Rp 12 ribu hingga Rp 45 ribu/meter tergantung lokasi tanah,” kata Koordinator Masyarakat Sulaiman saat bertemu dengan anggota DPR Aceh di Gedung DPR Aceh, Senin (3/9/2018). (dc/iqbal)